Bahasa Indonesia adalah salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang mengalami perjalanan
sejarah yang panjang. Perjalanan yang ditempuh oleh bahasa indonesia tak
terpisahkan dengan perjalanan yang ditempuh oleh bangsa Indonesia untuk
merdeka. Sejalan dengan hal tersebut, sejarah perkembangan bahasa indonesia
dapat ditinjau dari masa sebelum Indonesia merdeka dan masa sesudah merdeka.
Peristiwa bersejarah yang monumental bagi bangsa dan bahasa indonesia adalah
diikrarkannya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 di Jakarta. Ikrar sumpah
pemuda yang terdiri dari tiga butir yang diantaranya berbunyi “Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia”. Hal ini
membuktikan bahwa adanya kebulatan tekad untuk menjunjung bahasa indonesia
menjadi bahasa persatuan.
Nama bahasa indonesia baru dikenal sejak 28 Oktober 1928,
yang sebelumnya bernama bahasa melayu. Bahasa melayu yang mendasari bahasa
indonesia yang kemudian dijadikan bahasa persatuan. Namun, dari hal ini para
sosiologi bahasa tertarik untuk meneliti kondisi apa yang memungkinkan bahasa melayu
dipilih dan disepakati untuk dijadikan sebagai bahasa persatuan, mengapa tidak
bahasa yang lainnya seperti bahasa jawa, sunda yang jumlah penuturnya lebih
banyak dari pada bahasa melayu.
Ada beberapa faktor yang mendasar mengapa bahasa melayu menjadi bahasa asli
dari bahasa indonesia yaitu bahasa melayu telah digunakan sebagai lingua franca
( bahasa perhubungan ) selama berabad-abad sebelumnya diseluruh kawasan tanah
air. Hal tersebut tidak terjadi pada bahasa jawa, sunda, atau pun bahasa daerah
lainnya, bahasa melayu memiliki daerah persebaran yang paling luas dan
melampaui batas-batas wilayah bahasa lain meskipun jumlah penutur aslinya tidak
sebanyak penutur asli bahasa Jawa, Sunda, Madura, atau pun bahasa daerah
lainnya. Bahasa melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lainnya
sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing, dan bahasa melayu bersifat
sederhana, tidak mengenal tingkat-tingkat kebahasaan sehingga mudah dipelajari.
Bahasa
melayu mampu mengatasi perbedaan-perbedaan bahasa antar penutur yang berasal
dari berbagai daerah. H.B. Yassin
menyatakan bahwa Sumpah Pemuda adalah suatu manifesto politik yang juga
mengenai bahasa. Penamaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia tidak
berdasarkan perbedaan dalam struktur dan perbendaharaan bahasa pada masa itu,
tetapi semata-mata dasar politik. Dalam bahasa tidak terjadi perubahan apa-apa,
tetapi hanya berganti nama sebagai pernyataan suatu cita-cita kenegaraan yaitu
kesatuan, tanah air, bangsa dan bahasa.
Pada zaman penjajahan Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada 18 Mei
1918 bahasa Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua, di samping
bahasa Belanda yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di dalam sidang
Dewan Rakyat.
Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hasil keputusan yang penting, yaitu bahasa indonesia diusulkan menjadi bahasa resmi dan bahasa pengantar dalam badan-badan perwakilan dan perundang-undangan.
Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hasil keputusan yang penting, yaitu bahasa indonesia diusulkan menjadi bahasa resmi dan bahasa pengantar dalam badan-badan perwakilan dan perundang-undangan.
Demikianlah
lahirnya bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-tiba, tetapi melalui
perjuangan panjang disertai keinsyafan, kebulatan tekad, dan semangat untuk
bersatu. Dan api perjuangan itu berkobar terus untuk mencapai Indonesia
merdeka. Selama zaman pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia dipakai
sebagai bahasa pengantar di semuua tingkat pendidikan. Jepang terpaksa harus
menumbuhkan dan mengembangkan bahasa Indonesia secepat-cepatnya agar
pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar. Bagi orang Indonesia hal itu
merupakan keuntungan besar terutama bagi para pemimpin pergerakan kemerdekaan.
Dalam waktu yang pendek dan mendesak mereka harus beralih dari berorientasi
terhadap bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Selain itu, semua pegawai negeri
dan masyarakat luas yang belum paham akan bahasa Indonesia, secara cepat dapat
memakai bahasa indonesia. Ketika Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan, makin kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di
atas, semua peristiwa tersebut menyadarkan kita tentang arti bahasa nasional.
Bahasa nasional identik dengan bahasa persatuan yang didasari oleh
nasionalisme, tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa nasional dapat terjadi
meskipun eksistensi negara secara formal belum terwujud. Sejarah bahasa
Indonesia berjalan terus seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya.
Dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebangsaan nasional, lambang
identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa yang latar belakang
sosial budaya dan bahasanya berbeda, dan alat perhubungan antar daerah dan
antar budaya. Dalam perjalanan perkembangan bahasa indonesia banyak sekali
jaringan masalah kebahasaan di Indonesia. Hal itu disebabkan oleh adanya persentuhan
antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah, dan adanya persentuhan antara bahasa
Indonesia dan bahasa asing, ditambah pula datangnya berbagai tuntutan agar
hanya didasarkan pada eksistensi bahasa Indonesia sebagai sistem fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantis, tetapi juga harus mempertimbangkan
faktor-faktor nonkebahasaan seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan
kebudayaan. Dari penjelasan secara singkat sejarah lahirnya bahasa indonesia
dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan bahasa dapat mempersatukam segala
keanakaragaman suku, bahasa, daerah dan perbedaan yang ada. Dan bahasa menjadi
komponen yang sangat penting bagi suatu negara dalam menjalankan sistem
pemerintahannya serta bahasa juga menjadi identitas nasional bagi suatu negara.
sekilas Tentang Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa <?xml:namespace prefix = st1 ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" />Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
0 komentar:
Posting Komentar